21 Juni 2013

Problem Based Learning (PBL)

PBL
Ada beberapa definisi dan intepretasi terhadap Problem Based Learning (PBL). Salahsatunya menurut Duch (1995):

Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang medorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.

Sejarah PBL

Program inovatif PBL pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di mcmaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah.

Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.


Motivasi menggunakan PBL
Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahasiswa lebih banyak menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literatur yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung membentuk mahasiswa sebagai pembelajar pasif. Mahasiswa tidak dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari cara penyelesainnya.
Prinsip-prinsip PBL

Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya.
Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.

Proses dalam PBL

Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki. Pertama-tama mereka mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya.
Langkah selanjutnya, siswa mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya tiap individu.
Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya.
Di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik mambangun bagi kolega.

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoritis tetapi mereka miskin aplikasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Pendidikan tidak diarahkan untuk mengembangkan dan membangun karakter serta potensi yang dimiliki. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.
Permasalahan lain juga terjadi pada kalangan perguruan tinggi. Belajar di perguruan tinggi yang merupakan pilihan strategis untuk mencapai tujuan individual yang berkompeten ternyata masih jauh dari harapan. Belajar di perguruan tinggi tidak hanya dituntut mempunyai keterampilan teknis tetapi juga mempunyai daya dan kerangka pikir serta sikap mental, kepribadian, kearifan, dan mempunyai wawasan yang luas dan berbeda. Buchori (2000) menyebutkan bahwa manusia yang arif adalah manusia yang mempunyai: (1) pengetahuan yang luas, (2) kecerdikan, (3) sikap hati-hati, (4) pemahaman terhadap norma-norma kebenaran, (5) kemampuan mencerna informasi, dan (6) akal sehat.

Selain hal tersebut di atas, kemampuan penalaran (reasoning) juga merupakan bagian penting dari kearifan. Kondisi belajar mengajar di perguruan tinggi belum dapat mengubah secara nyata wawasan dan perilaku akademik. Hal ini dapat dilihat dari kualitas penalaran dan pemahaman mahasiswa pada saat pendadaran atau ujian komprehensif.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah melalui pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem pembelajaran, kita bisa melihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi pilihan metodik bagi para guru maupun dosen.


PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran.

Landasan teori PBL adalah kolaborativisme, suatu perspektif yang berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator-mahasiswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial dan individual. Menurut paham konstruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri.

PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar mahasiswa memiliki pengalaman sebagaimana nantinya mereka menghadapi kehidupan profesionalnya. Pengalaman tersebut sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam model pembelajaran Kolb (1976) yang menekankan bahwa pembelajaran akan efektif bila dimulai dengan pengalaman yang kongkret. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyusunan konsep tentang permasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupakan dasar untuk pembelajaran.
spek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan permasalahan dan permasalahan tersebut akan menetukan arah pembelajaran dalam kelompok. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, para mahasiswa didorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Salah satu keuntungan PBL adalah para mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian mengembangkan keterampillan pembelajaran yang independen untuk mengisi kekososongan yang ada. Hal tersebut merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik di dalam maupun di luar universitas. Dengan PBL yang memfokuskan pada permasalahan yang mampu membangkitkan pengalaman pembelajaran maka mahasiswa akan mendapat otonomi yang lebih luas dalam pembelajaran. Oleh karena itu perancangan permasalahan perlu dilakukan dengan sangat hatihati untuk meyakinkan bahwa sebagian besar tujuan perkuliahan dapat tercapai.


PENGEMBANGAN TUJUAN

Dalam PBL, tujuan adalah sangat penting karena menyangkut formulasi permasalahan, tujuan pembelajaran mahasiswa, dan penilaian. Salah satu cara untuk mengembangkan tujuan adalah menyatakan segala sesuatu yang harus dimiliki oleh para mahasiswa setelah selesai mengikuti kuliah dalam hal pengetahuan (berkaitan dengan kandungan mata kuliah), keterampilan (berkaitan dengan kemampuan mahasiswa mulai dari mengajukan pertanyaan, penyusunan esai, searching basis data, dan presentasi makalah), dan sikap (berkaitan dengan pemikiran kritis, keaktifan mendengar, sikap terhadap pembelajaran, dan respeknya terhadap argumentasi mahasiswa lain).


FORMULASI PERMASALAHAN

Formulasi permasalahan merupakan kunci keberhasilan PBL. Untuk mengembangkan permasalahan perlu diperhatikan beberapa aspek. Mahasiswa memerlukan informasi yang lebih banyak daripada yang telah dipresentasikan. Informasi yang tidak lengkap akan menyadarkan mereka apa yang sesungguhnya terjadi dan membantu mereka menentukan tindakan apa saja yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan.
Tidak ada formula yang pasti untuk melakukan investigasi, karena satu permasalahan dan permasalahan lain memiliki perbedaan. Permasalahan akan mengalami perubahan saat ada tambahan informasi. Para mahasiswa membuat keputusan serta memberikan penyelesaian pada permasalahan yang real. Hal tersebut akan membawa pada kenyataan bahwa mungkin jawaban yang ‘benar’ tidak hanya satu.

Dari sisi dosen, PBL mendukung pembelajaran yang open-mind, reflektif, kritis, dan aktif. Dalam PBL, peran dosen/guru berubah dari penyedia fakta menjadi fasilitator lingkungan pembelajaran dan membangun komunitas pembelajaran. Konsep tersebut secata etis maupun moral sangat baik karena memberikan respect pada dosen maupun mahasiswa sebagai individual dengan pengetahuan, pemahaman, dan minat yang sama, yang bergabung dalam suatu wadah untuk berbagi pengetahuan dalam satu proses pembelajaran. Penerapan PBL dimulai pada beberapa mata kuliah secara parsial dan dalam perjalanannya dikembangkan dengan mengintegrasikan beberapa mata kuliah sebagai kelompok dengan sebuah skenario PBL.

Tidak semua mata kuliah atau mata pelajaran  dalam kurikulum dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan metode PBL. Mata kuliah tingkat lanjut lebih cocok diajarkan dengan metode PBL karena dalam PBL pembelajaran mahasiswa dilakukan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Mata kuliah yang sangat relevan dilaksanakan dengan metode PBL adalah mata kuliah kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB). Mata kuliah selain kelompok MKB tetap perlu ditingkatkan untuk mendukung pelaksanaan mata kuliah ber-PBL dan mendukung paradigma student-centered learning. Proses pembelajaran dalam mata kuliah tersebut ditingkatkan dengan mengadopsi pilar student-centered learning.

IMPLEMENTASI PBL

Sebelum melaksanakan perkuliahan dengan metode PBL perlu dilakukan persiapan yang lebih intensif. Dalam perkuliahan dengan metode PBL ada tiga komponen yang akan bekerja yaitu (1) institusi, (2) dosen dan asisten dosen, dan (3) mahasiswa. Ketiga komponen ini bekerja sesuai peran atau tugas masing-masing untuk mendapatkan capaian pembelajaran dalam mata kuliah ber-PBL secara optimal.

.

Institusi

Institusi dalam hal ini adalah sekolah atau satuan pendidikan. Institusi ini akan mendukung pelaksanaan pembelajaran ber-PBL antara lain: (1) mempersiapkan sarana perkuliahan, perpustakaan, dan alat-alat laboratorium, (2) menjamin keterlaksanaan perkuliahan dengan mengganti kuliah yang tak terselenggara dan bila mana diperlukan membentuk tim dosen pengampu mata kuliah, (3) menyediakan asisten perkuliahan, (4) mempersiapkan sarana jaringan komputer, dan (5) merekam kehadiran perkuliahan mahasiswa dalam database sehingga informasinya dapat digunakan untuk evaluasi pelaksanaan mata kuliah ber-PBL.

.

Dosen dan Asisten Perkuliahan

Dalam PBL, peran dosen dan asisten adalah sebagai fasilitator pembelajaran dan membangun komunitas pembelajaran. Peran dosen adalah: Pertama, mempersiapkan skenario yang akan dibahas pada tiap sesi dan mengatur silabus mata kuliah dalam format Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS). Jumlah sesi disesuaikan dengan cakupan materi, output, dan outcome dari perkuliahan. Kedua, secara bertahap mempersiapkan materi perkuliahan dalam bentuk file elektronik dan memberikan beberapa sumber antara lain buku referensi dan link website.

Ketiga, sebagai fasilitator, dosen mendorong para mahasiswa untuk mengekplorasi pengetahuan yang telah mereka miliki dan menentukan pengetahuan yang diperlukan selanjutnya. Dosen umumnya diharapkan untuk menahan diri tidak memberikan informasi, sebaliknya mendorong dilakukannya diskusi dan pembelajaran antar para mahasiswa. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah: (1) melakukan klarifikasi (misal terhadap perspektif yang muncul dalam diskusi), (2) mendorong pemikiran yang divergen (misalnya, adakah kemungkinan solusi yang lain?), (3) meletakkan permasalahan sesuai konteks (misalnya, apakah isu yang dibahas mengingatkan dosen pada berbagai informasi lain yang telah teridentifikasi sebelumnya?), (4) membuat urutan prioritas (misalnya apakah berbagai informasi yang telah diidentifikasi dapat diurutkan sesuai relevansinya terhadap permasalahan?), dan (5) memoderasi diskusi (misalnya apakah ada kemajuan dalam diskusi, kalau tidak, identifikasi apa saja yang salah dan kembalikan diskusi pada tujuan yang semula).

Keempat, sebagai evaluator. Walaupun peran dosen tidak lagi dominan dalam pelaksanaan perkuliahan ber-PBL, namun tetap dosen bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan perkuliahan. Untuk itu secara berkelanjutan dosen perlu mengevaluasi pelaksanaan perkuliahan dan melakukan perbaikan segera bilamana diperlukan baik dari sisi content maupun proses.

.

Mahasiswa

Peran mahasiswa secara umum dalam perkuliahan ber-PBL adalah mempersiapkan diri untuk belajar dan bekerja secara kelompok serta berperan aktif dalam kuliah. Peran serta mahasiswa yang dimaksud adalah seperti menghadiri dan mengikuti keseluruhan perkuliahan dan tidak diperkenankan mendrop mata kuliah disaat mata kuliah tersebut sedang berjalan.

LIMA LANGKAH DALAM PBL

Mata kuliah yang diselenggarakan dengan metode PBL dalam pelaksanaannya akan mengikuti metode Lima Langkah PBL dengan bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan mata kuliah yang bersangkutan. Lima Langkah tersebut adalah (1) Konsep Dasar (Basic Concept), (2) Pendefinisian Masalah (Defining the Problem), (3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning), (4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge), dan (5) Penilaian (Assessment).

.

Konsep Dasar

Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam perkuliahan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa lebih cepat masuk dalam atmosfer perkuliahan dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan perkuliahan. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan mahasiswa mendapatkan kunci utama materi perkuliahan sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh mahasiswa seperti yang bisa terjadi jika mahasiswa mempelajari secara mandiri. konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja sehingga mahasiswa dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.

Pada bagian ini dimungkinkan juga tidak berupa paparan konsep dasar oleh dosen tetapi penggalian teori pendukung dari perkuliahan pendukung pada semester sebelumnya yang dibutuhkan untuk mendasari pemahaman dalam mata kuliah ini oleh mahasiswa secara mandiri. Untuk memastikan mahasiswa mengikuti langkah ini maka langkah konsep dasar dilakukan dengan mengikuti petunjuk.

.

Pendefinisian Masalah

Langkah kedua dari metode Lima Langkah PBL adalah Pendefinisian Masalah (Defining The Problem). Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, mahasiswa melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming. Brainstroming ini dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.

Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada mahasiswa yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam permasalahan kelompok.

Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk  memilih pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentuan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil mahasiswa. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh mahasiswa, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya.Pada akhir langkah ini mahasiswa diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap mahasiswa mengikuti langkah ini maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.

.

Pembelajaran Mandiri

Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing mahasiswa mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud bisa dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama yaitu (1) agar mahasiswa mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.

Di luar pertemuan dengan fasilitator, mahasiswa bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut mahasiswa akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Mahasiswa juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.

Proses pelaksanaan pembelajaran mandiri dapat dimulai bila seleksi alternatif dan pembagian tugas sudah dilakukan. Setiap mahasiswa melakukan pendalaman materi sesuai dengan pembagian tugas dalam kelompok masing-masing. Pendalaman materi dapat dilakukan melalui referensi (buku, jurnal, majalah, browsing internet, dan informasi dari ahli), atau percobaan (simulasi dan perancangan perangkat keras).

.

Pertukaran Pengetahuan

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya mahasiswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara mahasiswa berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.

Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap mahasiswa menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap mahasiswa mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.

.

Penilaian

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan perkuliahan yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajran baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran perkuliahan. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan.

EVALUASI PELAKSANAAN PBL

Program studi melalui dosen melakukan evaluasi pelaksanaan PBL dalam perkuliahan untuk mendapatkan informasi berupa (1) tingkat keberhasilan pelaksanaan perkuliahan, meliputi keluaran perkuliahan, manfaat bagi mahasiswa, relevansi dengan kebutuhan kemampuan lulusan dan (2) kendala atau masalah yang timbul, yang meliputi fasilitas penunjang perkuliahan PBL, resistensi dosen, resistensi mahasiswa, dan informasi yang diperoleh dilakukan untuk melakukan perbaikan pelaksanaan perkuliahan.

KESIMPULAN DAN SARAN

PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajar yang otonom. Keuntungan PBL adalah mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihannya sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dunia nyata dan membangun pemahaman tentang fenomena tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Albanese, M.A. & Mitchell, S.. 1993. Problem-based Learning: a Review of The Literature on Outcomes and Implementation Issues. Academic Medicine
Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. 1980. Problem-based Learning: an Approach to Medical Education. New York: Springer Publishing
Melvin L. & Silberman. 1996. Active Learning:101 Strategies to Teach any Subject. USA: Allyn & Bacon
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Grasindo
Proyek DUeLike Universitas Indonesia. 2002. Panduan Pelaksanaan Collaborative Learning & Problem Based Learning. Depok: UI


0 komentar:

Posting Komentar