Mitos dalam bidang seksual seolah tidak pernah ada habisnya. Tak heran, banyak orang kerap salah jalan atau tersesat.
Sebut saja mitos mengenai darah monyet yang oleh
suatu komunitas dipercaya bisa mencegah dan menyembuhkan penyakit
HIV/AIDS. Ada juga yang mempercayai bahwa minum antibiotik sebelum
melakukan hubungan seksual dengan pelacur dapat mencegah atau menahan
penularan penyakit menular seksual.
Sebenarnya apa sih mitos itu? Prof Koentjoro, MBSc,
Ph D, psikolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam
simposium kedokteran seksual di Hotel Hyatt Regency, Surabaya,
menyebutkan bahwa mitos merupakan ide atau cerita yang dipercayai
banyak orang, meski faktanya tidak benar.
Psikolog yang meneliti perihal pelacuran sejak tahun
80-an ini menyebutkan, mitos juga bisa berupa cerita kuno yang dibuat
untuk menjelaskan kejadian alami atau peristiwa historis. Jadi, jelas
bahwa mitos merupakan kepercayaan yang diyakini masyarakat, meski tidak
benar faktanya.
Selanjutnya, Prof Koentjoro mengungkapkan, pelacuran
yang ada sekarang ini memiliki kaitan erat dengan tingginya kejadian
perceraian. Tahun 1950 mungkin merupakan tahun di mana angka rata-rata
perceraian tertinggi bahkan di seluruh dunia.
Anehnya, di masyarakat tertentu, para janda justru
semakin bangga dengan status kejandaannya. Semakin kerap menjadi janda
berarti semakin dicari atau dibutuhkan pria.
“Bahkan tindakan ini justru jadi ajang kompetisi,” ujarnya.
Di sisi lain, di sebagian besar komunitas masyarakat
Indonesia, seks masih dianggap tabu. Namun, justru nyatanya fakta tidak
menunjukkan demikian. Paradoks atau kontradiksi terjadi di mana-mana.
Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta membuktikan, berdasarkan riset yang
pernah mereka lakukan, setidaknya di Yogyakarta terdapat 25 toko seks (sex shop).
Tidak bisa disangkal, toko semacam itu akan menunjang
perluasan prostitusi dan relasi tidak sehat yang pada akhirnya akan
menghancurkan kehidupan rumah tangga.
Sumber:
http://kesehatan.kompas.com
http://kesehatan.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar